Soal:
Assalamu'alaikum. Apa hukum arisan menurut al-Qur'an dan as-Sunnah?
Jawaban:
Wa'alaikumussalam. Arisan termasuk urusan muamalah manusia, dan kaedahnya "Asal dalam mu'amalah adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya." Bahkan arisan merupakan salah satu sarana sosial yang dapat membantu memenuhi kebutuhan sesama.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimalloh berkata: "Arisan hukumnya adalah boleh, tidak terlarang. Barangsiapa mengira bahwa arisan termasuk kategori "memberikan pinjaman dengan mengambil manfaat" maka anggapan tersebut adalah keliru, sebab semua angota arisan akan mendapatkan bagiannya sesuai dengan gilirannya masing-masing." (Lihat Syarah Riyadhus Sholihin 1/838)
Namun perlu diingatkan bahwa dalam acara arisan hendaknya diisi dengan sesuatu yang bermanfaat seperti pengajian ilmu, nasehat atau hal-hal yang bermanfaat, minimal adalah perkara-perkara yang mubah, janganlah mengisi acara arisan dengan hal-hal haram sebagaimana hal ini banyak terjadi, seperti ghibah, mendengar nyanyian, senda-gurau yang berlebihan dan lain sebagainya.
Sumber: Al Furqan. Edisi 6 Tahun ketujuh/Muharrom 1429 [Jan-Feb 2008]
=============================================
SOAL:
Assalamu’alaikum. Ustadz, apa hukum arisan? Bagaimana jika saya mengikuti arisan ibu-ibu di lingkungan RT dengan alasan hablum minannas (menjalin hubungan baik dengan manusia)? Sebab di sini saya sebagai orang baru yang belum banyak mengenal tetangga. Jazakumullohu khoiron.
JAWAB:
Tentang hukum arisan, Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rohimahulloh menjelaskan: “Adapun arisan, maka hukumnya boleh dan tidak mengapa sebab ia termasuk ta’awun (tolong menolong) dalam kebaikan dan kasih sayang dengan sesama saudara. Arisan termasuk pinjaman murni dan tidak ada unsur mengambil manfaat bunga sebagaimana disangka sebagian orang. Misalnya saya membayar 1000 real maka nantinya saya juga akan akan mendapat 1000 real tanpa ada tambahannya, dan manfaat yang saya terima juga telah saya berikan semisalnya kepada yang lain karena saya meminjami dan dipinjami. Adapun zakatnya, maka harus tetap dibayar walaupun ia menghutang (meminjam kepada yang lain) (Liqo’at Bab al-Maftuh 89/19).
Sumber: al-Mawaddah. Edisi Ke-8 Tahun Ke-2. Robi’ul Awwal 1430 H. Maret 2009