Langsung ke konten utama

WALI NIKAH



Bismillah

Setelah postingan mengenai Mahrom Bagi Wanita dan Yang Dianggap Mahrom, Padahal Bukan; pada postingan ini akan menjelaskan mengenai wali nikah, siapa saja yang berhak menjadi wali, syarat-syaratnya dan ketentuan-ketentuan dalam syar’i yang berkaitan dengan masalah perwalian, yang diambil dari beberapa sumber yang berupa pertanyaan, semoga bermanfaat, jazakillah khoyron.

Wali adalah salah satu rukun daripada rukun nikah yang apabila tanpa kehadirannya maka pernikahan tidak pernah akan terjadi. Perwalian dapat diwakilkan kepada wali ashabah berikutnya apabila wali ashabah urutan teratas (terdekat) memang sudah mengizinkan atau dikarenakan ada udzur syar’i yang memang membolehkannya. Perwalian juga dapat diwakilkan kepada wali hakim bila wali hakim telah memenuhi syarat yang membolehkan untuk itu.

Allah berfirman di dalam al-Qur’an yang artinya: “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka (wanita) menikah dengan bakal suaminya” [al-Baqarah:232]

Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari jalur Aisyah bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Tidak ada pernikahan kecuali dengan seorang wali, dua orang saksi yang adil. Suatu pernikahan yang selain itu (tidak adanya mereka) maka nikahnya batil. Apabila terjadi perselisihan diantara mereka maka penguasa adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.” [HR. Ibnu Hibban]


Soal:

Ustadz, mohon penjelasan tentang urutan wali nikah dan ketentuan lain yang mengatur tentangnya. Jazakallahu khairan katsira
Suhilmayeni

Jawaban:

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
Dalam kitab Kifayatul Akhyar, sebuah kitab fiqih yang lazim digunakan di dalam mazhab Syafi’i, disebutkan Urutan Wali Nikah adalah sebagai berikut:

1 Ayah kandung
2 Kakek, atau ayah dari ayah
3 Saudara se-ayah dan se-ibu
4 Saudara se-ayah saja
5 Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
6 Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
7 Saudara laki-laki ayah
8 Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah

Daftar urutan wali di atas tidak boleh dilangkahi atau diacak-acak. Sehingga bila ayah kandung masih hidup, maka tidak boleh hak kewaliannya itu diambil alih oleh wali pada nomor urut berikutnya. Kecuali bila pihak yang bersangkutan memberi izin dan haknya itu kepada mereka.
Penting untuk diketahui bahwa seorang wali berhak mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain, meski tidak termasuk dalam daftar para wali. Hal itu biasa sering dilakukan di tengah masyarakat dengan meminta kepada tokoh ulama setempat untuk menjadi wakil dari wali yang syah. Dan untuk itu harus ada akad antara wali dan orang yang mewakilkan.

Dalam kondisi di mana seorang ayah kandung tidak bisa hadir dalam sebuah akad nikah, maka dia bisa saja mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain yang dipercayainya, meski bukan termasuk urutan dalam daftar orang yang berhak menjadi wali.

Sehingga bila akad nikah akan dilangsungkan di luar negeri dan semua pihak sudah ada kecuali wali, karena dia tinggal di Indonesia dan kondisinya tidak memungkinkannya untuk ke luar negeri, maka dia boleh mewakilkan hak perwaliannya kepada orang yang sama-sama tinggal di luar negeri itu untuk menikahkan anak gadisnya.

Namun hak perwalian itu tidak boleh dirampas atau diambil begitu saja tanpa izin dari wali yang sesungguhnya. Bila hal itu dilakukan, maka pernikahan itu tidak syah dan harus dipisahkan saat itu juga.

Syarat Seorang Wali

Namun untuk bisa menjadi wali, seseorang harus memenuhi syarat standar minimal yang juga telah disusun oleh para ulama, berdasarkan pada ayat Al-quran dan sunnah nabawiyah. Syarat-syaratnya adalah:

1. Islam, seorang ayah yang bukan beragama Islam tidak menikahkan atau menjadi wali bagi pernikahan anak gadisnya yang muslimah. Begitu juga orang yang tidak percaya kepada adanya Allah SWT . Dalil haramnya seorang kafir menikahkan anaknya yang muslimah adalah ayat Quran berikut ini: Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.

2. Berakal, maka seorang yang kurang waras atau idiot atau gila tidak syah bila menjadi wali bagi anak gadisnya.

3. Bulugh, maka seorang anak kecil yang belum pernah bermimpi atau belum baligh, tidak syah bila menjadi wali bagi saudara wanitanya atau anggota keluarga lainnya.

4. Merdeka, maka seorang budak tidak syah bila menikahkan anaknya atau anggota familinya, meski pun beragama Islam, berakal, baligh.

Wallahu a’lam bishshawab wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber Urutan Wali Nikah : http://assunnah.or.id
-----------------------------------------------------------------------------------

Soal:

Saya ingin bertanya tentang wali nikah.
Setau saya, ada 8 orang yang berhak menjadi wali nikah (yg kesembilan hakim)
jika ayah kandung calon istri sudah meniggal, maka orang2 di bawahnya yg berhak jadi wali.
dari 8 orang itu, hanya 3 yang memungkinkan: (yang lain tidak ada, spt keponakan ato sepupu)
1. adik laki2 kandung
2. kakak laki2 ayah
3. adik laki2 ayah

permasalahannya:
1. adik laki2 kandung masih muda, dan sholatnya belom tertib.. jadi calon istri tidak mantap kalau adiknya itu yg jadi wali. meski adiknya itu usianya 18 thn.
2. kakak laki2 ayah (paman) tidak berdomisili dekat rumah, dan sbnrnya di dekat acara pernikahan ada acara lamaran anaknya yg beliau harus hadiri, dalam waktu dekat. oleh krn itu beliau berkeberatan kalo musti bolak-balik terbang
3. adik laki2 ayah (om) bisa hadir, insya Allah, tetapi secara mental beliau merasa tidak mampu mjd wali, karena jadi beban pikiran.. sehingga tidak mantap juga.
pada akhirnya kami masih bingung, bgmn shrsnya.. pertanyaan:
1. manakah yg lebih utama, keluarga yg berhak jadi wali, atau hakim? mengingat jika kami mendesak beliau2 dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah di keluarga, yg mana amat dihindari.
2. jika memang wali hakim yg digunakan, bgmn cara mengkuasakan nya? apakah adik laki2 harus mengkuasakan ke paman, lalu paman mengkuasakan ke adik, baru adik mengkuasakan ke hakim; ataukah adik bisa lgng mengukuasakan ke wali hakim?
mohon penjelasannya, terima kasih
wwn

Jawaban:

Sdr wwn yang disayang Allah,
Saya mencoba memahami permasalahan yang anda hadapi dengan calon istri. nampaknya Anda dan keluarga calon istri belum bersepakat tentang siapa yang akan menjadi wali nikah. Dalam pernikahanpun aturan-aturan Islam begitu luwes dan tidak mempersulit pemeluknya. Sdr wwn, Islam menentukan syarat-syarat wali, yaitu merdeka, berakal sehat dan dewasa dan beragama Islam. Seorang wali tidak disyaratkan harus adil, jadi yang keislamannya pun mengandung kemaksiyatan, tetap diperbolehkan menjadi wali, kecuali kalau kemaksiyatan itu melampaui batas-batas kesopanan yang berat.

Imam Syafii berkata, “Nikah seorang wanita tidak dapat dilakukan kecuali dengan pernyataan wali qarib (dekat). Jika tidak ada, dengan wali yang jauh, dan jika tidak ada dengan hakim.”

Sdr wwn yang disayang Allah,
Wewenang wali berpindah ke tangan hakim apabila :
1. ada pertentangan di antara wali-wali
2. bila walinya tidak ada. Tidak ada di sini karena meninggal atau hilang. Atau bila wali tidak datang dalam acara pernikahan

Maka, bila wali-wali yang mungkin dalam pernikahan anda, masing-masing memiliki keberatan pribadi, sebaiknya Anda memang tidak memaksakan mereka untuk menjadi wali dalam pernikahan Anda. Kalau pun Anda akhirnya memutuskan untuk menggunakan wali hakim, komunikasikanlah pilihan Anda itu kepada para wali Anda dengan cara dan akhlak yang baik, agar hubungan Anda bersama saudara dekat tidak mengalami masalah. Komunikasikan hal ini pada petugas di kantor urusan agama tempat Anda akan melangsungkan pernikahan agar dapat ditempuh cara yang lebih afdhal. Barakallahu lakuma atas pernikahan Anda Sdr wwn, dan dalam mengatasi permasalahan di atas semoga Anda mendapat kemudahan. ….amin…

Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Bu Urba
http://www.eramuslim.com/konsultasi/keluarga/ttg-wali-nikah.htm
-----------------------------------------------------------------------------------

Soal:

Calon istri saya adalah seorang mualaf yang keberadaan ayah kandungnya tidak diketahui tempatnya. Dari kecil calon istri saya dibesarkan oleh ayah tiri yang muslim bahkan di akta lahirnya pun tertera sebagai anaknya. Pertanyaan saya ; Apakah sah jika ayah tirinya yang menjadi wali nikah? Mengingat seluruh keluarga kandung yang laki2 beragama nonmuslim. Bagaimana saran Ustadz?

Jawaban:

Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari jalur Aisyah bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Tidak ada pernikahan kecuali dengan seorang wali, dua orang saksi yang adil. Suatu pernikahan yang selain itu (tidak adanya mereka) maka nikahnya batil. Apabila terjadi perselisihan diantara mereka maka penguasa adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.” (HR. Ibnu Hibban)

Keberadaan seorang wali dari calon isteri menduduki posisi yang sangat penting bahkan menjadi syarat sah suatu pernikahan. Adapun urutan wali, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah, adalah ayah kandungnya kemudian ayah dari ayahnya kemudian anak laki-laki wanita itu kemudian anak laki-laki dari anak laki-lakinya—apabila wanita itu memiliki anak—kemudian saudara laki-laki kandung wanita itu kemudian saudara laki-laki wanita itu yang sebapak kemudian anak-anak laki-laki dari saudara laki-laki wanita itu kemudian paman-paman wanita itu dari jalur bapaknya kemudian anak-anak laki-laki dari paman-paman wanita itu dari jalur bapak kemudian penguasa. (Al Mughni juz IX hal 129 - 134)

Ayah tiri tidaklah termasuk didalam urutan perwalian meskipun dirinya membantu ibunya didalam mengurus wanita itu sejak kecil hingga dewasa. Begitu juga dengan saudara-saudara laki-lakinya yang non muslim maka mereka tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi wali darinya didalam pernikahannya. Karena diantara syarat seorang wali adalah beragama islam, sebagaimana firman Allah swt :

Artinya : “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisaa : 141)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.” (QS. An Nisaa : 144)

Dalam keadaan dimana tidak ada seorang wali pun bagi seorang wanita yang ingin menikah maka penguasa, hakim atau orang yang telah ditunjuk oleh penguasa untuk mewakilinya yang dalam hal ini penghulu KUA bisa menjadi wali baginya berdasarkan hadits diatas.

Wallahu A’lam
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/sahkah-ayah-tiri-menjadi-wali-nikah.htm
-----------------------------------------------------------------------------------

Dari beberapa soal jawab di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Dalam sebuah pernikahan seorang Qadhi (Penghulu) dapat menikahkan seorang wanita jika telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Perempuan yang dikawinkan itu tidak memiliki Wali, karena meninggal atau wali-wali yang lebih dekat tidak ada di tempat serta tidak ada wakil walinya yang menggantikan.
2. Atau si wali berada di tempat (dekat) tetapi ada udzur misalnya sakit, khawatir terjadi pembunuhan, penganiayaan dan perampasan harta-hartanya di tengah perjalanan.
3. Si Wali tidak diketahui keberadaanya atau setelah terjadi peperangan adanya kapal pecah dan setelah terjadi penawanan (wali mengalami kesulitan menuju tempat walimah)

SYARAT-SYARAT WALI
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki
6. Adil

Artinya apabila dia kafir, belum baligh, gila, budak, wanita dan fasiq tidak dapat menjadi seorang wali dalam sebuah pernikahan

KLASIFIKASI WALI
1. Wali Mujbir (Ayah dan kakek)
2. Wali Nasab (Wali dari keturunan : Ayah, kakek dst)
3. Wali Hakim (Qadhi atau Penghulu)

YANG DIBOLEHKAN MENJADI WALI
1. Ayah kandung
2. Kakek (ayahnya ayah)
3. Ayahnya kakek dan seterusnya keatas*
4. Anak laki-laki calon mempelai wanita**
5. Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki calon mempelai wanita)**
6. Saudara kandung laki-laki (seayah dah seibu)
7. Saudara laki-laki seayah saja (saudara tiri )
8. Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki seayah dan seibu (keponakan) dan terus ke bawah
9. Anak laki-laki dari saudara tiri seayah saja dan terus ke bawah
10. Paman kandung (saudara kandung laki-laki dari ayah)
11. Paman tiri seayah (saudara tiri ayah seayah saja)*
12. Sepupu laki-laki (anak dari paman kandung dan paman tiri tetapi didahulukan anak dari paman kandung)
13. Wali hakim

Ini adalah urutan wali dalam sebuah pernikahan. Masing-masing dari urutan diatas harus lebih diutamakan nomor satu yaitu ayahnya. Apabila ayahnya memang sudah mengizinkan atau tidak ada di tempat lebih dari dua marhalah atau meninggal dunia, maka nomor urutan wali yang berikutnya baru bisa untuk menggantikannya sebagai wali. begitu seterusnya sampai ke wali hakim bila memang sudah tidak ada yang berhak untuk menjadi wali dari ashabahnya (kerabatnya).

Namun tidak semua mahram berhak menjadi wali pernikahan, begitu juga sebaliknya, tidak semua wali harus dari mahramnya. Contoh wali yang bukan dari mahram ialah seperti anak laki-laki paman (saudara sepupu laki-laki), orang yang telah memerdekakannya, sulthan. Adapun mahram yang tidak bisa menjadi wali ialah seperti mahram karena mushoharoh (pernikahan)

* http://madinahelboerdah.blogspot.com/2009/11/perwalian-mata-kuliah-fiqh-dosen.html
** (Al Mughni juz IX hal 129 - 134)

YANG DILARANG MENJADI WALI
1. Hamba sahaya (budak)
2. Anak-anak (belum baligh)
3. Gila
4. Fasiq
5. Udzur (sakit, tua dsb) jika memang sudah tidak mampu lagi
6. Kafir
7. Ihrom (sedang menunaikan haji atau umroh)***

*** http://www.almanhaj.or.id/content/1268/slash/0 (hal-hal yang dilarang ketika ihram)

Postingan populer dari blog ini

KEKELIRUAN DALAM MENGUCAPKAN KATA "WA IYYAKUM"

KEKELIRUAN DALAM MENGUCAPKAN KATA "WA IYYAKUM" Banyak orang yang sering mengucapkan "waiyyak (dan kepadamu juga)" atau “waiyyakum (dan kepada kalian juga)” ketika telah dido'akan atau mendapat kebaikan dari seseorang. Apakah ada sunnahnya mengucapkan seperti ini? Lalu bagaimanakah ucapan yang sebenarnya ketika seseorang telah mendapat kebaikan dari orang lain misalnya ucapan "jazakallah khair atau barakalahu fiikum"?

Pijat Payudara Selama Menyusui

Masase Payudara untuk Pemeliharaan Payudara Bagi sebagian ibu, aktivitas menyusui kerap dihubungkan dengan keindahan payudara. Alasan inilah yg membuat mereka enggan berlama-lama menyus ui. Pakar ASI Dr. Utami Roesli Sp.A. dalam sebuah se minar ASI mengungkapkan bahwa sesungguhnya bukan menyusui yg mengubah bentuk payudara, tapi proses kehamilanlah yg menyebabkan perubahan itu. Dan bila ada keinginan unt u k mengembalikan bentuknya seperti saat masih gadis, lebih baik lupakanlah. Sebab memang tak mungkin. Namun, itu bukan berarti tak ada cara membuat payudara tetap terlihat indah dan kencang. Apalagis etelah persalinan dan di saat anda menyusui. Selain terlihat indah, perawatan payudara yg dilakukan dengan benar dan teratur akan memudahkan si kecil mengkonsumsi ASI. Pemeliharaan ini juga bisa merangsang produksi ASI dan m engurangi resiko luka saat menyusui. Berikut ini kiat masase payudara yg dapat anda prakt ekkan sejak hari ke-2 usai persalinan, sebanyak 2 kali sehari.

Apakah Saudara Sepersusuan Menjadi Mahram?

Apakah Saudara Sepersusuan Menjadi Mahram? Pertanyaan: Saya mau bertanya. Misalnya Ummu Aisyah menyusui Rifqi (anak orang lain) sebanyak lima kali atau lebih sampai kenyang, apakah Aisyah haram dinikahi Rifqi karena sebab sepersusuan? Bagaimana hukum saudara laki-laki Rifqi yang tidak menyusu pada Ummu Aisyah, apakah juga haram menikahi Aisyah?