Oleh : DR. 'Abdul 'Azhim bin Badawi al Khalafi
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qotadah radhiallahu 'anhu, ia berkata,"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang puasa hari 'Arafah. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya".
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga ditanya tentang puasa hari 'Asyura, maka beliau menjawab "Puasa itu menghapuskan dosa setahun yang lalu".[SHAHIH.HR. Muslim (II/, no 1162), Irwaa-ul Ghaliil no.955].
Dari Ummu al Fadhl binti al Harits bahwasanya orang-orang berselisih tentang sifat puasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada hari 'Arafah. Diantara mereka ada yang mengatakan 'beliau berpuasa', sedangkan yang lain lagi berkata,'beliau tidak berpuasa'. Akupun lantas mengirim secangkir susu kepada beliau. Saat itu, beliau sedang berada diatas untanya di 'Arafah. Dan beliau pun meminumnya'. [SHAHIH. HR. Muttafaq 'alaih, Shahih Bukhari (Fat-hul Baari (IV/236 no 1988), Shahih Muslim (II/791 no 1123), Sunan Abu Daud ('Aunul Ma'buud (VII/106 no2424))].
Dari Abu Ghathfan bin Tharif al Murri, ia berkata, "Aku Mendengar Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata, 'tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berpuasa pada hari 'Asyura dan menyuruh agar berpuasa di hari itu, mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang di agungkan oleh Yahudi dan Nashrani'. Rsulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika tahun depan tiba, Insya Allah kitapun akan berpuasa di hari kesembilan". Ibnu Abbas berkata, "Belum juga tahun depan tiba, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah terlebih dahulu wafat".[SHAHIH. HR. Muslim (II/797 no 1134), Sunan Abu Daud ('Aunul Ma'buud (VII/110 no2428)].
[Disalin dari buku "SIFAT PUASA NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM, DR. 'Abdul 'Azhim bin Badawi al Khalafi, Media Tarbiyah, hal 53-54, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1428 H/ Juni 2007 M].
_______________________________________________
DERAJAT HADITS PUASA HARI TARWIYAH (8 Dzulhijjah)
“Puasa pada hari tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun”.Diriwayatkan oleh Imam Dailami di kitabnya Musnad Firdaus (2/248) dari jalan :
[1]. Abu Syaikh dari :
[2]. Ali bin Ali Al-Himyari dari :
[3]. Kalbiy dari :
[4]. Abi Shaalih dari :
[5]. Ibnu Abbas marfu’ (yaitu sanadnya sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Hadits ini derajatnya maudlu’/Palsu.
Sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.
Pertama :
Kalbiy (no. 3) yang namanya : Muhammad bin Saaib Al-Kalbiy. Dia ini seorang rawi pendusta. Dia pernah mengatakan kepada Sufyan Ats-Tsauri, “Apa-apa hadits yang engkau dengar dariku dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas, maka hadits ini dusta” (Sedangkan hadits di atas Kalbiy meriwayatkan dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas).
Imam Hakim berkata : “Ia meriwayatkan dari Abi Shaalih hadits-hadits yang maudlu’ (palsu)” Tentang Kalbiy ini dapatlah dibaca lebih lanjut di kitab-kitab Jarh Wat Ta’dil.
[1]. At-Taqrib 2/163 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar
[2]. Adl-Dlu’afaa 2/253, 254, 255, 256 oleh Imam Ibnu Hibban
[3]. Adl-Dlu’afaa wal Matruukin no. 467 oleh Imam Daruquthni
[4]. Al-Jarh Wat Ta’dil 7/721 oleh Imam Ibnu Abi Hatim
[5]. Tahdzibut Tahdzib 9/5178 oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar
Kedua :
Ali bin Ali Al-Himyari (no. 2) adalah seorang rawi yang majhul (tidak dikenal).
Kesimpulan
[1]. Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) adalah hukumnya bid’ah.
Karena hadits yang mereka jadikan sandaran adalah hadits palsu/maudlu’ yang sama sekali tidak boleh dibuat sebagai dalil. Jangankan dijadikan dalil, bahkan membawakan hadits maudlu’ bukan dengan maksud menerangkan kepalsuannya kepada umat, adalah hukumnya haram dengan kesepakatan para ulama.
[2]. Puasa pada hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) adalah hukumnya sunat sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di bawah ini.
“Dan puasa pada hari Arafah –aku mengharap dari Allah- menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang. Dan puasa pada hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram) –aku mengharap dari Allah menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu”. [Shahih riwayat Imam Muslim (3/168), Abu Dawud (no. 2425), Ahmad (5/297, 308, 311), Baihaqi (4/286) dan lain-lain]
Beberapa ulama berkata : Dosa-dosa yang dihapuskan di sini adalah dosa-dosa yang kecil.
Wallahu a’lam!
[Disalin dari buku Al-Masaa’il (Masalah-Masalah Agama) Jilid 2, Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qalam – Jakarta, Cetakan I, Th. 1423H/2002M]
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qotadah radhiallahu 'anhu, ia berkata,"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang puasa hari 'Arafah. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya".
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga ditanya tentang puasa hari 'Asyura, maka beliau menjawab "Puasa itu menghapuskan dosa setahun yang lalu".[SHAHIH.HR. Muslim (II/, no 1162), Irwaa-ul Ghaliil no.955].
Dari Ummu al Fadhl binti al Harits bahwasanya orang-orang berselisih tentang sifat puasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada hari 'Arafah. Diantara mereka ada yang mengatakan 'beliau berpuasa', sedangkan yang lain lagi berkata,'beliau tidak berpuasa'. Akupun lantas mengirim secangkir susu kepada beliau. Saat itu, beliau sedang berada diatas untanya di 'Arafah. Dan beliau pun meminumnya'. [SHAHIH. HR. Muttafaq 'alaih, Shahih Bukhari (Fat-hul Baari (IV/236 no 1988), Shahih Muslim (II/791 no 1123), Sunan Abu Daud ('Aunul Ma'buud (VII/106 no2424))].
Dari Abu Ghathfan bin Tharif al Murri, ia berkata, "Aku Mendengar Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata, 'tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berpuasa pada hari 'Asyura dan menyuruh agar berpuasa di hari itu, mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang di agungkan oleh Yahudi dan Nashrani'. Rsulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika tahun depan tiba, Insya Allah kitapun akan berpuasa di hari kesembilan". Ibnu Abbas berkata, "Belum juga tahun depan tiba, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah terlebih dahulu wafat".[SHAHIH. HR. Muslim (II/797 no 1134), Sunan Abu Daud ('Aunul Ma'buud (VII/110 no2428)].
[Disalin dari buku "SIFAT PUASA NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM, DR. 'Abdul 'Azhim bin Badawi al Khalafi, Media Tarbiyah, hal 53-54, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1428 H/ Juni 2007 M].
_______________________________________________
DERAJAT HADITS PUASA HARI TARWIYAH (8 Dzulhijjah)
“Puasa pada hari tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun”.Diriwayatkan oleh Imam Dailami di kitabnya Musnad Firdaus (2/248) dari jalan :
[1]. Abu Syaikh dari :
[2]. Ali bin Ali Al-Himyari dari :
[3]. Kalbiy dari :
[4]. Abi Shaalih dari :
[5]. Ibnu Abbas marfu’ (yaitu sanadnya sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Hadits ini derajatnya maudlu’/Palsu.
Sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.
Pertama :
Kalbiy (no. 3) yang namanya : Muhammad bin Saaib Al-Kalbiy. Dia ini seorang rawi pendusta. Dia pernah mengatakan kepada Sufyan Ats-Tsauri, “Apa-apa hadits yang engkau dengar dariku dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas, maka hadits ini dusta” (Sedangkan hadits di atas Kalbiy meriwayatkan dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas).
Imam Hakim berkata : “Ia meriwayatkan dari Abi Shaalih hadits-hadits yang maudlu’ (palsu)” Tentang Kalbiy ini dapatlah dibaca lebih lanjut di kitab-kitab Jarh Wat Ta’dil.
[1]. At-Taqrib 2/163 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar
[2]. Adl-Dlu’afaa 2/253, 254, 255, 256 oleh Imam Ibnu Hibban
[3]. Adl-Dlu’afaa wal Matruukin no. 467 oleh Imam Daruquthni
[4]. Al-Jarh Wat Ta’dil 7/721 oleh Imam Ibnu Abi Hatim
[5]. Tahdzibut Tahdzib 9/5178 oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar
Kedua :
Ali bin Ali Al-Himyari (no. 2) adalah seorang rawi yang majhul (tidak dikenal).
Kesimpulan
[1]. Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) adalah hukumnya bid’ah.
Karena hadits yang mereka jadikan sandaran adalah hadits palsu/maudlu’ yang sama sekali tidak boleh dibuat sebagai dalil. Jangankan dijadikan dalil, bahkan membawakan hadits maudlu’ bukan dengan maksud menerangkan kepalsuannya kepada umat, adalah hukumnya haram dengan kesepakatan para ulama.
[2]. Puasa pada hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) adalah hukumnya sunat sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di bawah ini.
“Dan puasa pada hari Arafah –aku mengharap dari Allah- menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang. Dan puasa pada hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram) –aku mengharap dari Allah menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu”. [Shahih riwayat Imam Muslim (3/168), Abu Dawud (no. 2425), Ahmad (5/297, 308, 311), Baihaqi (4/286) dan lain-lain]
Beberapa ulama berkata : Dosa-dosa yang dihapuskan di sini adalah dosa-dosa yang kecil.
Wallahu a’lam!
[Disalin dari buku Al-Masaa’il (Masalah-Masalah Agama) Jilid 2, Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qalam – Jakarta, Cetakan I, Th. 1423H/2002M]